Tea

Beras Sumber Malapetaka RI, Bikin Kantong Tipis & Miskin

Author
Published 12.56.00
Beras Sumber Malapetaka RI, Bikin Kantong Tipis & Miskin
Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan produksi beras nasional tahun 2022 bisa naik 720 ribu ton atau 2,29% jadi 32,07 juta ton dibandingkan realisasi tahun 2021 yang tercatat 31,36 juta ton.

Lonjakan itu diharapkan bisa tercapai dari kenaikan produksi di bulan Oktober-Desember 2022 yang ditaksir sebanyak 5,9 juta ton atau naik 15,12% setara 780 ribu ton dibandingkan periode sama tahun 2021 yang tercatat 5,13 juta ton.

Pasalnya, sepanjang Januari-September 2022, produksi beras RI justru mengalami penurunan 0,22% atau sekitar 60 ribu ton menjadi 26,17 juta ton dibandingkan periode sama tahun 2021 yang mencapai 26,23 juta ton.

Perlu dicatat, angka tersebut adalah angka sementara. Berdasarkan hasil kerangka sampling area (KSA) BPS, luas panen tahun ini diprediksi bertambah 1,87% atau 0,19 juta ha menjadi 10,61 juta ha dibandingkan tahun 2021 yang tercatat 10,41 juta ha.


"Dengan peningkatan luas panen dan produktivitas padi nasional, tentu saja produksi padi nasional tahun 2022 ini diperkirakan mencapai 55,67 juta ton gabah kering giling (GKG). Naik 2,31% atau 1,25 juta ton dibandingkan realisasi tahun 2021 yang tercatat 54,42 juta ton GKG," kata Setianto saat jumpa pers pada Oktober 2022, dikutip Selasa (3/1/2022).

Peningkatan tersebut diharapkan berasal dari kinerja periode Oktober-Desember 2022 yang diprediksi naik 15,06% atau 1,34 juta ton jadi 10,24 juta ton GKG dibandingkan 8,90 juta ton GKG periode Oktober-Desember 2021.


Di mana, sepanjang Januari-September 2022, produksi padi nasional justru turun 0,19% atau 90 ribu ton dari 45,52 juta ton GKG di Januari-September 2021 menjadi 45,43 juta ton GKG.

"Dengan peningkatan produksi padi nasional maka produksi beras nasional angka sementara tahun 2022 ini diperkirakan mencapai 32,07 juta ton. Atau mengalami peningkatan 0,72 juta ton atau 2,29% jika dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 31,36 juta ton," ujar Setianto.


Namun, taksiran ini tidak serta merta mampu menutupi permintaan beras yang kuat di akhir 2022. Tampak harga beras merangkak naik sejak Agustus 2022.

Jelang tutup tahun, beras cetak rekor untuk harga rata-rata nasional hari ini, Selasa (27/2/2022)

Padahal, pemerintah telah membuka keran impor untuk 200 ribu ton beras. Pada pekan awal Desember 2022, sebanyak 10.000 ton beras impor asal Vietnam sudah masuk lewat pelabuhan Tanjung Priok dan Merak.

Jika dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi beras mulai menanjak sejak Agustus yang mencapai 1,13% (yoy) hingga mencapai Desember sebesar 6,23% (yoy).

Sebagai catatan, beras merupakan makanan utama masyarakat Indonesia sehingga perkembangan harganya akan sangat menentukan laju inflasi Indonesia. Beras memiliki bobot inflasi sebesar 3,32% yang merupakan bobot tertinggi dari semua kelompok makanan.

Maka tidak heran jika kenaikan harganya akan menekan daya beli masyarakat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat beras adalah komoditas penyumbang kemiskinan di tanah air, selain rokok kretek filter dan telur ayam ras.

"Kenaikan harga maupun penurunan berpengaruh pada garis kemiskinan," ungkap Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers beberapa bulan lalu, dikutip Selasa (3/1/2022).

BPS menyatakan beras memberikan sumbangsih terhadap kemiskinan di kota sebesar 19,69 persen dan perdesaan sebesar 23,79 persen.

Terkait dengan kisruh beras di dalam negeri, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menilai pemerintah harus fokus memiliki satu data pangan yang akurat dan terintegrasi dengan semua institusi.

"Kebijakan yang diambil berdasarkan data yang tidak akurat berpotensi tidak efektif untuk menyelesaikan masalah," imbuhnya.


"Parameter harga yang menunjukkan ketersediaan komoditas pangan dapat menjadi salah satu pertimbangan. Sambil melihat potensi masalah lain, misal persoalan pada distribusi dan faktor eksternal yang memengaruhi, seperti kenaikan harga BBM," kata Hasran.

Terkait dengan impor beras, dia menilai impor adalah suatu tindakan yang wajar mengingat belum tercukupinya stok beras nasional, yang mengancam ketahanan pangan nasional.

Namun, impor idealnya tidak dilakukan secara reaktif. Impor dapat direncanakan dari jauh hari dengan mempertimbangkan pergerakan harga dan ketersediaan beras.

"Impor yang dilakukan secara mendadak dan reaktif sebenarnya juga merugikan Indonesia. Karena dari segi harga, beras yang didapat lebih mahal dibandingkan dengan impor yang dilakukan secara terencana," jelas Hasran.


[ADS] Bottom Ads

Halaman

Copyright © 2021