Ramalan Jokowi - Sri Mulyani Terbukti: Dunia Gelap & RI Tak Bisa Menghindar
Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kerap mengatakan tahun ini adalah tahun yang menantang untuk ekonomi global, juga untuk ekonomi Indonesia.
Jokowi sering menyebut, situasi dunia kini amat mengerikan.
Banyak negara kemungkinan akan ambruk sehingga mendorong dunia jatuh ke jurang resesi.
Dalam kunjungannya ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Senin (2/1/2023), Jokowi berharap Indonesia tidak akan terkena imbas resesi global.
"Kalau bisa melewati turbulensi kemarin di 2022, harapannya nanti, pada 2023, tahun ujian, kalau bisa melewati, insya Allah di tahun 2024 akan lebih mudah bagi pertumbuhan ekonomi kita," ujarnya, dikutip Jumat (6/1/2023).
Sebelumnya, pada akhir September 2022, Jokowi sudah mulai waspada setelah mendapatkan bisikan dari sejumlah lembaga internasional.
Hal tersebut disampaikan saat memberikan pengarahan acara BUMN Startup Day Tahun 2022 yang disiarkan secara live streaming di Youtube Sekretariat Presiden.
Tahun 2023 adalah tahun menantang, dunia mengalami kegelapan. Jokowi bahkan menyebut sebagai sebagai tahun gelap, akibat krisis ekonomi, pangan, hingga energi akibat pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia-Ukraina.
"Lembaga internasional sampaikan tahun ini, tahun 2022 sangat sulit. Tahun depan (2023) mereka menyampaikan akan lebih gelap," kata Jokowi, dikutip Jumat (6/1/2023).
"Sekarang ini, baru saja saya dapat angka. 19.600 orang setiap hari mati kelaparan karena krisis pangan, tapi itu dunia," ujar Jokowi lagi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengatakan hal yang sama. Kabar buruk itu datang dari International Monetary Fund (IMF), yang memperkirakan ekonomi global hanya akan tumbuh 2,7% pada 2023.
Sri Mulyani menyebut IMF juga masih hati-hati dalam menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini.
"Ini revisi yang cukup tajam. Padahal, awalnya pada 2023 ekonomi dunia diprediksi tumbuh 3,8%, kemudian revisi 3,6%, 2,9%, hingga jadi 2,7%," jelasnya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (3/1/2022).
Sri Mulyani mengatakan ke depan tantangan ekonomi akan mirip dengan 2022, dengan pelemahan ekonomi yang dalam hal ini mulai terjadi secara nyata di berbagai belahan dunia.
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi di AS hanya 1,6%. Menurutnya, akan ada pertumbuhan negatif atau negatif growth pada beberapa kuartal di 2023.
Sri Mulyani juga mengingatkan Eropa mengalami penurunan yang sangat dramatis, yaitu dari 5,1% pada 2021, 3,1% 2022, dan tahun depan hanya 0,5% atau bahkan masuk resesi. Begitu juga dengan China
"China melakukan pembukaan kegiatan masyarakat 2022 sangat berat. Pertumbuhan hanya 3,2% tahun depan lebih baik sedikit," jelas Sri Mulyani.
Situasi ini mulai memberikan pengaruh terhadap Indonesia. Salah satunya pada pasar keuangan, baik sisi saham maupun nilai tukar rupiah yang melanjutkan tren pelemahan sejak awal 2023.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambruk lebih dari 2% pada perdagangan Kamis (5/1/2023), meski bursa Asia-Pasifik dan Amerika Serikat (AS) cenderung menghijau.
Hari ini IHSG tampak bergerak di zona hijau. Akan tetapi dibandingkan saat pembukaan pasar awal tahun, IHSG masih jauh lebih rendah.
Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (6/1/2023). Cadangan devisa Indonesia yang naik mampu mendongkrak kinerja rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.630/US$, melemah 0,16% di pasar spot.