Beredar Surat Perjanjian Anies dan Sandi, Erwin Aksa: Bukan Itu yang Saya Lihat
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa menyatakan tidak pernah memegang surat perjanjian antara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang asli. Namun ia memastikan surat yang dibuat saat Pilkada DKI Jakarta 2017 itu tidak seperti yang beredar luas di media sosial.
"Saya nggak pernah pegang aslinya dan bukan itu yang saya lihat," kata kepada MNC Portal Indonesia, Minggu, (12/2/2023).
Untuk diketahui, media sosial dihebohkan dengan beredarnya surat pernyataan pengakuan utang Anies Baswedan ke Sandiaga Uno. Di dalamnya tertulis, Anies meminjam uang dengan total Rp92 Miliar kepada Sandiaga Uno untuk dana kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.
Tercantum dalam surat pernyataan itu dibuat pada 9 Maret 2017 dan ditandatangani oleh Anies Baswedan di atas materai 6000. Tertulis nama Erwin Aksa dalam surat itu sebagai pihak penjamin.
Terdapat tujuh poin dalam surat yang dilengkapi identitas Anies Baswedan seperti tempat, tanggal lahir, alamat, dan nomor KTP.
Sementara itu, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan mengenai polemik utang saat menjadi tamu di Podcast Marry Riana, Sabtu (11/2/2023).
"Kenapa kalau kalah malah bayar? Kalau kalah, maka saya akan berada di luar pemerintahan, maka di situ saya cari uang untuk mengembalikan (uangnya) saya mulai bisnis mungkin, saya usaha apa pun supaya (dapat) mengembalikan," ujar Anies.
Sedangkan jika terpilih, kata Anies, ia tidak membayar utang tersebut dengan uang. Melainkan, dengan perubahan, dengan cara agar Jakarta menjadi kota yang maju dan sejahtera. "Sebaliknya bila kalah maka saya di luar pemerintahan, sah dong cari uangnya, usaha. Tapi begitu menang saya dari pemerintahan malah tidak usah, justru itulah dukungan Anda untuk Jakarta lebih baik," paparnya.
Anies ingin mereka yang ingin berkontestasi di dunia di pemerintahan mengikuti rekam jejaknya. Hal ini, agar para pejabat fokus membangun daerahnya bukan malah mencari cara untuk bisa mengembalikan uang kampanye.
"Saya berharap pola ini menjadi bahan referensi untuk dipikirkan bahwa mendukung itu untuk perubahan bukan mendukung sebagai investasi untuk nanti dikembalikan dalam bentuk privilege-privilege," katanya.